I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah, serta adanya penerapan teknologi dan pemasaran dalam mendukung pengembangan usaha pertanian.
Salah satu sektor pertanian yang memegang peranan penting dan perlu dikembangkan adalah hortikultura khususnya tanaman sayuran yaitu kentang. Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang memiliki peran penting dalam menunjang ketahanan pangan maupun sebagai usaha dalam bidang pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kentang termasuk dalam klasifikasi tanaman sebagai berikut (Sunarjo, 2004):
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo : Tubiflorae (berumbi)
Famili : Solanaceae (berbunga terompet)
Genus : Solanum (daun mahkota berletakan satu sama lain)
Seksi : Petota
Species : Solanum tuberosum L.
Konsumsi per kapita kentang di Indonesia pada tahun 2003 sebesar 1,61 kg/tahun, tahun 2004 meningkat menjadi 1,82 kg/tahun dan berturut-turut pada tahun 2005 dan 2006 menjadi 1,92 kg/tahun dan 1,66 kg/tahun. Hal ini terjadi juga pada volume ekspor yang tiap tahun terjadi peningkatan. Volume ekspor pada tahun 2003 sebesar 19,012,711 kg, tahun 2005 meningkat menjadi 25,693,792 kg, dan tahun 2006 volume ekspor juga meningkat menjadi 97,657,771 kg. Produksi kentang di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 1 juta ton yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 0,08 juta ton (Departemen Pertanian, 2008). Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan menerapkan teknik budidaya yang tepat dan penanganan pasca panen yang intensif.
Hasil utama tanaman kentang adalah umbi, bahan pangan yang kaya akan vitamin dan mineral. Komposisi utama umbi kentang terdiri atas 80% air, 18% pati dan 2% protein. Selain mineral, kalsium, fosfor, dan zat besi, umbi kentang juga mengandung mineral lain, yaitu magnesium, kalium, natrium, klorin, sulfur, tembaga, mangan dan kobalt. Umbi kentang dimanfaatkan sebagai bahan pangan baik dalam bentuk segar maupun olahan. Aneka bahan pangan dari kentang dapat berbentuk olahan basah atau kering, antara lain kentang rebus, sup kentang, kentang goreng, kroket kentang, kripik dan chip kentang (Pitojo, 2004
Komoditas hortikultura tetap melakukan proses respirasi dan metabolisme setelah panen serta secara kualitatif dapat mengalami kerusakan 20 %-40 % yang disebabkan ketidaktepatan waktu panen, kerusakan mekanis, fisik, dan fisiologis (Winarno dan Aman, 1981). Pemasaran produk hortikultura baik di dalam negeri maupun di luar negeri sering mengalami hambatan-hambatan yang pada dasarnya disebabkan oleh penanganan pasca panen yang kurang sempurna sehingga kehilangan produk akibat kerusakan mutu dan fisik cukup tinggi.
Umbi kentang yang telah dipanen sering kali mengalami kerusakan akibat pengangkutan hasil produk dari lapangan atau penanganan pasca panen yang kurang intensif sehingga tidak sedikit hasil panen terbuang sia-sia. Cara untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan melakukan kegiatan yang intensif pada setiap tahapan mulai dari kegiatan budidaya di lapangan, pengangkutan, perlakuan pasca panen dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan penyimpanan seperti suhu dan kelembaban, sampai dengan pemasaran. Penanganan pasca panen yang baik memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu. Sayuran yang selesai dipanen harus segera dilakukan penanganan pasca panen agar mutunya dapat dipertahankan tetap tinggi serta kehilangan hasil dapat dikurangi atau dihilangkan, sehingga mutu kentang bisa mendekati standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan (Ismawati, 2009).
B. Tujuan
Tujuan dari penanganan pasca panen terhadap tanaman apel adalah untuk mengurangi kerusakan dan mutu kentang agar mampu bertahan lama dalam kondisi yang baik sampai konsumen.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fisiologi pada tanaman kentang ?
2. Bagaimana cara penanganan panen dan pascapanen yang baik pada tanaman kentang?
II. PEMBAHASAN
A. Pemanenan tanaman kentang
Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam), tapi merupakan awal dari pekerjaan pasca panen, yaitu melakukan persiapan untuk penyimpanan dan pemasaran. Pada dasarnya yang dituju pada perlakuan panen adalah mengumpulkan komoditas dari lahan penanaman, pada taraf kematangan yang tepat, dengan kerusakan yang minimal, dilakukan secepat mungkin dan dengan biaya yang “rendah”. Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, 2 hal utama yang perlu diperhatikan pada pemanenan, yaitu (Unpad, 2009) :
1. Menentukan waktu panen yang tepat. Yaitu menentukan “kematangan” yang tepat dan saat panen yang sesuai, dapat dilakukan berbagai cara, yaitu :
a. Cara visual / penampakan : misal dengan melihat warna kulit, bentuk buah, ukuran, perubahan bagian tanaman seperti daun mengering dan lain-lain
b. Cara fisik : misal dengan perabaan, buah lunak, umbi keras, buah mudah dipetik dan lain-lain.
c. Cara komputasi, yaitu menghitung umur tanaman sejak tanam atau umur buah dari mulai bunga mekar.
d. Cara kimia, yaitu dengan melakukan pengukuran/analisis kandungan zat atau senyawa yang ada dalam komoditas, seperti: kadar gula, kadar tepung, kadar asam, aroma dan lain-lain.
2. Melakukan penanganan panen yang baik, yaitu menekan kerusakan yang dapat terjadi. Dalam suatu usaha pertanian (bisnis) cara-cara panen yang dipilih perlu diperhitungankan, disesuaikan dengan kecepatan atau waktu yang diperlukan (sesingkat mungkin) dan dengan biaya yang rendah.
Mutu kentang sangat dipengaruhi oleh waktu/umur panen karena pada umur tertentu merupakan titik optimal dimana kandungan nutrisi terutama kandungan pati yang cukup tinggi dan sudah tidak terjadi penambahan yang berarti. Umur panen kentang bibit antara 100-110 HST, sedangkan untuk kentang konsumsi berumur sekitar 120 HST. Kriteria panen dapat dilihat dari kemungkinan kulit umbi tidak terkelupas bila terkena gesekan. Panen dilakukan saat cuaca cerah dan tidak turun hujan supaya umbi yang dihasilkan kering. Saat turun hujan biasanya panen dihentikan karena bila panen tetap diteruskan, umbi akan basah sehingga dapat menyebabkan umbi busuk dan penyimpanan di gudang sangat beresiko munculnya jamur dan sumber penyakit lainnya.
B. Fisiologi tanaman kentang
1. Transpirasi
Transpirasi juga dapat diartikan sebagai proses kehilangan air dalam bentuk uap dari jaringan tumbuhan melalui stomata. Kemungkinan kehilangan air dari jaringan tanamana melalui bagian tanaman yang lain dapat saja terjadi, tetapi porsi kehilangan tersebut sangat kecil dibandingkan dengan yang hilang melalui stomata. Oleh sebab itu dalam perhitungan besarnya jumlah air yang hilang dari jaringan tanaman umumnya difokuskan pada air yang hilang melalui stomata (Aadesanjaya, 2010).
Banyaknya air yang hilang ke atmosfer melalui tanaman untuk menghasilkan1 kg berat kering tumbuhan, paling tidak ada 2 alasan mengapa hal ini terjadi (Aadesanjaya, 2010):
a. Bahan yang terkandung dalam tanamana sebagian besar adalah senyawa kerangka karbon dimana karbon tersebut berasal dari udara dalam bentuk karbon diksida (CO2). Tumbuhan menyerap CO2 tersebut melalui stomata. Jika tumbuhan ingin menyerap lebih banmyak CO2 maka stomata harus dibuka lebar-lebar. Konsekuensinya jika stomata membuka lebar maka akan semakin banyak tumbuhan kehilangan air, karena baik CO2 maupun uap air bergerak melalui stomata yang sama.
b. Pada siang hari tumbuhan menerima radiasi matahari, sebagian dari radiasi matahari ini akan diserap tumbuhan. Jika serapan energi matahari ini tidak dilambangi dengan usaha untuk membebaskan energi tersebutm, maka suhu tumbuhan akan meningkat. Peningkatan suhu yang berlebihan akan sangat mengganggu metabolisme tumbuhan. Transpirasi merupakan proses yang membutuhkan banyak energi dalam tahap penguapan dari molekul-molekul air. Untuk menguapkan 1gram air dibutuhkan energi lebih dari 580 kalori.
2. Respirasi
Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar. Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut. Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa (Unud, 2009).
Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut (Unud, 2009).
Proses utama respirasi adalah mobilisasi senyawa organik dan oksidasi senyawa. Senyawa tersebut secara terkendali untuk membebaskan energi bagi pemeliharaan dan perkembangan tumbuhan. Reaksi respirasi (oksidasi biologis) suatu karbohidrat misalnya glukosa berlangsung dalam empat tahap adalah (Aadesanjaya, 2010):
a. Glikolisis
Merupakan serangkaian reaksi yang menguraikan satu molekul glukosa menjadi dua molekul asam piruvat, jalur reaksi ini disebut juga jalur Embden-Meyerhoff-Parnas (EMP), merupakan dasar dari respirasi anaerobik atau fermentasi.
b. Dekarboksilasi Oksidatif Piruvat
Senyawa-senyawa yang dihasilkan tahap ke-2 diuraikan menjadi CO2 dinamakan daun asam sitrat karena senyawa C6 yang pertama kali dibentuk dalam daur ini adalah asam sitrat. Daur ini dikenal dengan daur krebs. Nama lain dari itu serta asam-asam dengan tiga gugus karboksil.
c. Oksidasi terminal dalam rantai respiratoris
Hidrogen yang dihasilkan oleh substrat pada tahap ke-1 hingga ke-3 akhirnya berkombinasi dengan oksigen membentuk air. Agar dapat berlangsung terjadi suatu angkutan hidrogen sepanjang suatu rantai sistem redoks yaitu melalui suatu sistem angkutan/transport elektron.
Temperatur merupakan faktor paling penting yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan komoditas setelah panen. Umumnya, setiap kenaikan sebesar 18 ºF meningkatkan respirasi anatara 2 sampai kali. Respirasi jika terus meningkat akan mempengaruhi kualitas umbi kentang. Bobot umbi akan terus berkurang dan penampakan umbi akan semakin rusak (UMY, 2009).
Laju respirasi berbanding terbalik dengan lama hidup. Semakin laju respirasi lebih tinggi maka lama hidup lebih pendek. Karena produk hortikultura masih hidup (dan kadang-kadang masih tumbuh), seringkali melanjutkan perkembangan yang dapat merusak kualitasnya. Oleh karena itu Respirasi dapat mengakibatkan morfologis (bentuk dan struktur). Selain kerusakan morfologis, produk tanaman juga mengalami kerusakan fisiologis, yaitu kerusakan atau perombakan jaringan yang tidak berhubungan dengan patogen, hama atau kerusakan mekanis.Penyebab kerusakan fisiologis yaitu (UMY, 2009):
- Temperatur; yang mengakibatkan chilling injury atau freezing injury
- Perubahan konsentrasi gas dalam atmosfer; O2 rendah atau CO2 meningkat
- Nutrsisi; defisiensi kalsium atau keracunan boron
3. Produksi etilen
Hormon Gas Etilen adalah hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah. Aplikasi mengandung ethephon, maka kinerja sintetis etilen berjalan optimal sehingga tujuan agar buah cepat masak bisa tercapai. Pada saat buah mengalami masa pematangan, saat itu jaringan yang ada pada buah meningkatkan produksi gas etilen gas etilen ini mampu memecahkan klorofil pada buah yang masih muda hingga mengakibatkan buah tersebut hanya memiliki xantofil dan xarotein atau zat yang membuat kulit buah menjadi merah atau orange. karna klorofil telah tereduksi oleh gas etilen tadi hanya itu fungsi etilen dalam pematangan buah, kalau masalah rasa, dari asam menjadi manis pada saat buah itu masak, itu tergantung pada sempurna atau tidaknya pemecahan sel-sel gabus pada buah atau bisa juga dikarenakan oleh faktor genetik.
Etilen dalam ruang penyimpanan dapat berasal dari produk atau sumber lainnya. Sering selama pemasaran, beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi ini etilen yang dilepaskan oleh satu komoditi dapat merusak komoditi lainnya. Gas hasil bakaran minyak kendaraan bermotor mengandung etilen dan kontaminasi terhadap produk yang disimpan dapat menginisiasi pemasakan dalam buah dan memacu kemunduran pada produk non-klimakterik dan bunga-bungaan atau bahan tanaman hias. Kebanyakan bunga potong sensitive terhadap etilen (Unud, 2009).
Cara kerja dan fungsi hormon gas etilen:
a. Mendorong pematangan,
b. Memberikan pengaruh yang berlawanan dengan beberapa pengaruh dari hormon auksin.
c. Mendorong atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun, batang, dan bunga.
d. Meristem apikal tunas ujung, daun muda, embrio dalam biji.
Manfaat memperlambat respirasi dan proses meatabolisme lain (misalkan pematangan & senesen) yaitu (UMY, 2009):
a. Mengurangi kepekaan terhadap etilen (pada < 8% O2 atau > 1% CO2).
b. Mengurangi perkembangan beberapa kerusakan
c. fisiologis (mis. chilling injury).
d. Dapat menghambat perkembangan patogen.
e. Dapat digunakan untuk membunuh serangga.
C. Teknologi pascapanen tanaman kentang
Dibidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Perlakuan-perlakuan pascapanen adalah bertujuan memberikan penampilan yang baik dan kemudahan-kemudahan untuk konsumen, memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati-hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk awal.
Penanganan pasca panen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah “rusak” (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi berwarna hijau (greening), terlalu matang, dll.
Berikut penanganan pascapanen tanaman kentang:
1. Sortasi
Penanganan pascapanen secara sorting ini biasanya dilakukan untuk mengeliminasi produk yang luka, busuk atau cacat lainnya sebelum pendinginan atau penanganan berikutnya. Sorting akan menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak ikut tertangani. Memisahkan produk busuk akan menghindarkan penyebaran infeksi keproduk-produklainnya, khususnya bila pestisida pascapanen tidak dipergunakan (Unpad, 2009).
2. Pencucian/ pembersihan
Kebanyakan buah dan sayuran membutuhkan pembersihan untuk menghilangkan kotoran seperti debu, insekta atau residu penyemprotan yang dilakukan sebelum panen. Pembersihan dapat dilakukan dengan sikat atau melalukan pada semprotan udara. Namun lebih umum digunakan dengan penyemprotan air atau mencelupkan kedalam air. Sementara pencucian dilakukan sudah dengan efektif menghilangkan kotoran, maka disinfektan dapat ditambahkan untuk mengendalikan bakteri dan beberapa jamur pembusuk. Khusus untuk tanaman kentang, sebaiknya menggunakan air bersih untuk pencucian kentang, mengangin-keringkan kentang setelah pencucian menjaga agar tempat pencucian kentang selalu bersih, bebas tanah dan limbah, dan jauhkan kentang dari sinar matahari dan angin, bahkan selama periode penyimpanan yang singkat (Unpad, 2009).
Gambar 1.Penanganan kentang saat pencucian /pembersihan.
3. Grading dan standarisasi
Grading adalah pemilahan berdasarkan kelas kualitas. Biasanya dibagi dalam kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan seterusnya, atau kelas A, kelas B, kelas C dan seterusnya. Pada beberapa komoditas ada kelas super-nya. Tujuan dari tindakan grading ini adalah untuk memberikan nilai lebih (harga yang lebih tinggi) untuk kualitas yang lebih baik. Standard yang digunakan untuk pemilahan (kriteria) dari masing-masing kualitas tergantung dari permintaan pasar. Standarisasi merupakan ketentuan mengenai kualitas atau kondisi komoditas berikut kemasannya yang dibuat untuk kelancaran tataniaga/ pemasaran. Standarisasi pada dasarnya dibuat atas persetujuan antara konsumen dan produsen, dapat mencakup kelompok tertentu atau wilayah / Negara /daerah pemasaran tertentu (Unpad, 2009).
4. Curing
Curing sering diterapkan pada sayuran seperti bawang-bawangan dan kentang, yaitu dengan cara membiarkan komoditi terkena sinar matahari sejenak setelah panen atau dengan perlakuan pemanasan dengan menggunakan uap secara terkendali. Proses curing cara efektif dan efisien untuk mengurangi kehilangan air, perkembangan penyakit pada beberapa sayuran umbi. Perlakuan curing pada kentang, memberikan kemampuan permukaan yang terpotong, pecah atau memar saat panen, untuk melakukan penyembuhan melalui perkembangan jaringan periderm pada bagian yang luka. Cara pemulihan kentang dilakukan dengan menjemur kentang selama 1 – 2 jam sampai tanah yang menempel pada umbi kering dan mudah dilepaskan/ umbi dibersihkan, telah itu juga segera disimpan di tempat yang dingin / sejuk dan kering. Untuk kentang segera disimpan di tempat gelap (tidak ada penyinaran) (Unpad, 2009).
5. Waxing atau coating
Waxing atau coating merupakan pelapisan permukaan sayuran atau buah agar menambah baik penampilannya. Pelapisan dimaksudkan untuk melapisi permukaan kentang dengan bahan yang dapat menekan laju respirasi maupun menekan laju transpirasi selama penyimpanan atau pemasaran. Pelapisan juga bertujuan untuk menambah perlindungan bagi kentang terhadap pengaruh luar. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pelapisan dapat memperpanjang masa simpan dan menjaga produk segar dari kerusakan. Pelilinan (waxing) merupakan salah satu pelapisan pada buah untuk menambah lapisan lilin alami yang biasanya hilang saat pencucian, dan juga untuk menambah kilap buah. Keuntungan lain pelilinan adalah menutup luka yang ada pada permukaan sayuran atau buah (Unpad, 2009).
Prinsip-prinsip dalam melakukan pelilinan adalah sebagai berikut (Deptan, 2008) :
a. Penggunaan emulsi lilin harus tepat
b. Penggunaan emulsi lilin yang ada di pasaran atau emulsi lilin buatan sendiri dengan bahan baku lilin lebah
c. Pelapisan lilin sebaiknya dilakukan dengan sistem penyemprotan
d. Penutupan luka yan terjadi pada saat pemanenan, sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi oleh patogen
e. Membatasi pengaruh lingkungan penyimpanan, sehingga laju respirasi dan transpirasi dapat terhambat
Syarat-syarat umbi kentang yang akan dilapisi lilin adalah sebagi berikut (Deptan, 2008):
a. Umbi harus betul-betul sehat
b. Umbi tidak mengandung panas lapangan
c. Umbi harus dicuci terlebih dahulu dengan larutan pencuci anti bakteri
d. Umbi harus dalam kondisi bersih dan kering
Keuntungan pelapisan lilin pada umbi kentang adalah sebagai berikut (Deptan, 2008):
a. Kualitas umbi kentang konsumsi dapat dipertahankan
b. Penampilan umbi kentang lebih menarik
c. Kehilangan bobot umbi kentang dapat dihindari
6. Pengemasan
Pengemasan dilakukan agar melindungi komoditas dari kerusakan, memudahkan penanganan, meningkatkan pelayanan dalam pemasaran, mengurangi/ menekan biaya transportasi/ biaya tataniaga. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengemasan:
a. Pengemasan harus dilakukan dengan hati-hati terutama mencegah terluka, terjatuh atau kerusakan lain.
b. Hanya komoditas yang baik yang dikemas (melalui sortasi)
c. Tempat pengemasan harus bersih dan hindari kontaminasi
d. Container atau wadah dan bahan pengemas lain, juga “pengisi” atau pelindung, harus bersih atau untuk yang tidak “didaurpakai” seperti kardus, plastic transparan dan lain-lain, harus yang baru.
e. Bahan pengemas harus kuat, sesuai dengan sifat dan kondisi produk yang dikemas
f. dan lama penyimpanan/ pengangkutan.
g. Jangan memasukkan terlalu banyak kentang di dalam karung yang digunakan untuk pengangkutan.
h. Jangan menggunakan wadah yang dipakai untuk penggunaan lain tanpa dibersihkan dengan seksama.
Gambar 2.Penanganan kentang saat pengemasan.
Hasil panen yang hilang di gudang dapat disebabkan oleh banyaknya umbi kentang yang busuk akibat penyimpanan yang ditumpuk terlalu lama dan turunnya berat kering kentang karena proses respirasi yang terjadi didalam umbi
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan kehilangan hasil diantaranya: kegiatan panen tidak dilakukan saat hujan sehingga umbi yang akan disimpan di gudang dalam keadaan kering dan sangat kecil kemungkinannya busuk, panen harus dilakukan secara hati-hati agar umbi tidak terkena cangkul sehingga kualitas umbi dapat dipertahankan, sebaiknya setelah kentang dipanen langsung disortir dan digrading tanpa harus menyimpan terlalu lama di gudang agar tidak terjadi kehilangan hasil yang cukup besar, dan digunakan agrosip untuk melindungi bibit kentang dari hama gudang. Agrosip berbentuk bubuk dan penggunaannya dengan cara menaburkannya diatas bibit kentang yang akan disimpan (Ismawati, 2009).
7. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan hal yang penting dilakukan dalam penanganan pascapanen. Tujuan dari penyimpanan antara lain yaitu :memperpanjang kegunaan (dalam beberapa kasus, meningkatkan kualitas), menampung produk yang melimpah, menyediakan komoditas tertentu sepanjang tahun, membantu dalam pengaturan pemasaran, meningkatkan keuntungan financial bagi produsen dan mempertahankan kualiatas dari komoditas yang disimpan .
Prinsip dari perlakuan penyimpanan :
- Mengendalikan laju transpirasi
- Mengendalikan repirasi
- Mengendalikan / mencegah serangan penyakit
- Memcegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki konsumen
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan tanaman kentang yaitu, sebaiknya menyimpan umbi pada rak yang memungkinkan sirkulasi udara sejuk dari bawah, menggunakan kipas angin pada malam hari untuk memasuki udara sejuk ke dalam tempat penyimpanan kentang (Gambar.3), menyimpan kentang dalam krat plastik yang dapat dikembalikan (Gambar.4), menutup pintu tempat penyimpanan pada pagi, siang dan sore hari agar umbi tetap sejuk. Selain itu, jangan menyimpan umbi yang terkena penyakit atau rusak (Gambar.5), menyimpan umbi pada lantai tanah dan memberikan ventilasi pada umbi di siang hari (Gambar.6).
Gambar.3 Gambar. 4
Gambar. 5 Gambar. 6
8. Pengangkutan
Pengangkutan umumnya diartikan sebagai penyimpanan berjalan. Semua kondisi penyimpanan pada komoditas yang diangkut harus diterapkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengangkutan kentang yaitu, jangan memasukkan terlalu banyak kentang di dalam karung yang digunakan untuk pengangkutan, jangan menggunakan wadah yang dipakai untuk penggunaan lain tanpa dibersihkan dengan seksama. Kentang dalam wadah yang digunakan untuk keperluan lain bias terkontaminasi pathogen manusia seperti Salmonella, yang kemudian bias memasuki areal masak di dapur dan jangan menggunakan wadah yang terlalu besar. Kentang sebaiknya disimpan dan diangkut dalam krat plastik yang dapat dikembalikan (Gambar.4).
Prinsip dasar dari penanganan pasca panen yang baik (Unpad, 2009):
1. Mengenali sifat biologis hasil tanaman yang akan ditangani
a. Hasil pertanian yang telah dipanen masih hidup, masih melakukan respirasi, dan transpirasi, sehingga penanganan pasca panen yang dilakukan harus selalu memperhatikan hal ini.
b. Sifat biologi setiap hasil pertanian berbeda, perlakuan pasca panen yang tepat untuk tiap komoditas akan berbeda.
c. Bagian tanaman yang dimanfaatkan juga berbeda-beda sifatnya (daun, batang, bunga, buah, akar).
d. Struktur dan komposisi hasil tanaman dari tiap bagian tanaman berbeda.
- Perubahan-perubahan yang terjadi dari bagian tanaman setelah panen.
§ Perubahan fisik / morfologis seperti daun menguning, bunga layu, batang memanjang atau mengeras, buah matang menjadi ranum atau “bonyok”, dan lain-lain
§ Perubahan komposisi : kadar air berkurang, karbohidrat pati menjadi gula dan sebaliknya, protein terurai, lemak menjadi tengik, vitamin dan mineral hilang / berkurang, timbul aroma / bau
2. Mengetahui jenis kerusakan yang dapat terjadi
a. Kerusakan Fisik – Fisiologis
Perubahan-perubahan terjadi karena proses fisiologi (hidup) yang terlihat sebagai perubahan fisiknya seperti perubahan warna, bentuk, ukuran, lunak, keras, alot, keriput, dll. Juga bisa terjadi timbul aroma, perubahan rasa, peningkatan zat-zat tertentu dalam hasil tanaman tersebut.
b. Kerusakan Mekanis
Kerusakan disebabkan benturan, gesekan, tekanan, tusukan, baik antar hasil tanaman tersebut atau dengan benda lain. Kerusakan ini umumnya disebabkan tindakan manusia yang dengan sengaja atau tidak sengaja dilakukan. Atau karena kondisi hasil tanaman tersebut (permukaan tidak halus atau merata, berduri, bersisik, bentuk tidak beraturan, bobot tinggi, kulit tipis, dll.). Kerusakan mekanis (primer) sering diikuti dengan kerusakan biologis (sekunder)
c. Kerusakan Biologis
Penyebab kerusakan biologis dari dalam tanaman : pengaruh etilen
Penyebab kerusakan biologis dari luar : Hama dan penyakit
3. Melakukan penanganan yang baik
a. Menggunakan teknologi yang baik dan menyesuaikan dengan tujuan penanganan
b. Hindari kerusakan apapun penyebabnya dalam penanganan pasca panen. Penanganan harus dilakukan dengan hati-hati dan mengikuti kaidah-kaidah yang ditentukan
c. Mempertimbangkan hubungan biaya dan pemanfaatan.
Faktor yang berpengaruh pada kerusakan hasil tanaman :
§ Faktor biologis : repirasi, transpirasi, pertumbuhan lanjut, produksi etilen, hama penyakit
§ Faktor lingkungan : Temperatur, kelembaban, komposisi udara, cahaya, angin, tanah/media
III. PENUTUP
A. Simpulan
1. Tanaman hortikultura mudah mengalami kerusakan pascapanen yang dapat menurunkan kualitas produk.
2. Penanganan yang tepat dan benar pada kegiatan pascapanen perlu dilakukan untuk tetap menjaga kualitas produk.
3. Pertimbangan-pertimbangan penting dalam penanganan pascapanen produk buah dan sayur, yaitu:
a. Pertimbangan fisiologis (laju respirasi, transpirasi, dan gas etilen)
b. Pertimbagan fisik
c. Pertimbangan patalogis
d. Pertimbangan kondisi lingkungan
e. Pertimbangan ekonomis
4. Penanganan pascapaen tanaman kentang antara lain; sortasi, penyucian, grading, curing, waxing, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan
B. Saran
Peningkatan produksi kentang dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja dalam melaksanakan kegiatan budidaya di lapangan dan penanganan pasca panen yang lebih intensif agar persentase kehilangan hasil dapat diminimalkan. Penerapan teknologi yang lebih maju lagi dalam hal budidaya tanaman, pasca panen, dan pemasaran kentang sangat diperlukan untuk mengolah produk hortikultura merupakan produk yang rentan akan kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Aadesanjaya. 2010. Fisiologi Tumbuhan. http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/06/fisiologi-tumbuhan.html diakses pada tanggal 14 Maret 2011.
Departemen Pertanian. 2008. Teknik pelilinan Umbi Kentang Konsumsi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. 2008. Data konsumsi per kapita kentang dan volume ekspor. http://www.deptan.go.id. Diakses pada 14 Maret 2011.
Ismawati, Lia. 2009. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. http://agrohort.ipb.ac.id/downloads/liarismawati2010.pdf diakses pada 12 Maret 2011.
Pitojo, Setijo. 2004. Benih Kentang. Kanisius. Yogyakarta.
Sunarjono, Hendro. 2004. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Agromedia. Jakarta.
Umy. 2009. Laju Respirasi. http://umy.ac.id/ppt//Respirasi%20-%20Internal%20%26%20Lingkungan.ppt diakses pada 14 Maret 2011.
Unpad. 2009. Penanganan Pascapanen Hasil Pertanian. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/penangan-pasca-panen-hasil-pertanian.pdf diakeses pada 12 Maret 2011.
Unud. 2009. Penanganan Pascapanen. http://staff.unud.ac.id/madeutama/wp-content/uploads/2009/06/5-penanganan-pascapanen.pdf diakses pada 12 Maret 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar